Thursday, September 6, 2012

Part 3. " Tarantula "

 

Berjalan dengan tebalnya salju kota Schutgart membuat kakiku letih. Claw tuaku nampaknya sudah tidak layak lagi untuk dipakai. Tapi apa boleh buat, aku tetap harus meneruskan perjalananku lolos dari Frozen Labyrint yang suram ini. Setelah dikeluarkan dari ETERNITY, aku sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Jadi tidak hanya monster yang akan memangsaku, tetapi juga orang gila yang ingin mengoleksi soul dari orang yang di PK.

Apa sih yang diinginkan clan besar. Kebanyakan dari mereka sombong. Cukup tahu sudah, clan besar tidak akan mau menerimaku begitu saja. Mereka hanya mempermainkanku. Apapun alasannya, yang jelas aku sudah dikeluarkan dari ETERNITY. Padahal dulu aku sempat bermimpi untuk menjadi salah satu yang terbaik di ETERNITY. Sudahlah yang penting gimana aku bisa hidup sekarang. Persetan dengan mereka semua. Dimuliakan dengan pengembaraan, hmmphh..omong kosong. Bilang saja tidak mau menjadikanku bagian dari ETERNITY. dasar bertele-tele.

"Crassshhh.." Seekor Tarantula menyerang lukaku yang baru sembuh. Terasa nyeri hingga aku hampir pingsan. Hugh..tau aja kelemahanku dasar monster genit.

Aku lari sebisaku hingga menemui persimpangan jalan. Sepertinya kali ini aku tersesat. Dari cerita penduduk sekitar yang aku tahu, Frozen Labirint memang banyak meminta tumbal. Banyak legenda yang tidak kembali selama-lamanya setelah lancang memasuki area Schutgart yang satu ini. Tarantula tadi langsung menerkamku. Aku jatuh tersungkur dan kepalaku masuk ke dalam salju. Yah sepertinya aku mati kali ini.

"Prakk....Buggg...Prakkk...Wuffff." Terdengar seperti suara ayunan golok atau sejenisnya. Sesaat kemudian ada yang menarikku hingga kepalaku keluar dari salju.

Pelan-pelan aku buka mataku. Kubasuh muka yang belepotan akan salju yang mengkristal. Setelah mataku terbuka lebar, aku melihat seorang wanita dengan tubuh agak gempal sedang membawa sebilah tombak runcing. Dia membantuku bangun. Aku terbengong. Malu karena ditolong seorang wanita dan bingung ternyata ada wanita yang kuat juga. Padahal ibuku yang seorang Orc Shaman tidak seperti itu. Apakah ini yang membuat derajat human lebih dari orc, karena mereka mengenal emansipasi sedangkan orc tidak?

"Aku Revallina, mau bergabung denganku?" Tanya wanita itu dengan lantang. tak sedikitpun ada keraguan dari tata bicaranya. Dia seperti sudah terbiasa dengan monster yang ada disini.

Revallina mengenakan armor yang sepertinya berat untuk ukuran seorang wanita. Dia begitu dingin sampai salju di Schutgart-pun tidak membuatnya menggigil. Aku jadi malu karena mengeluh dengan apa yang aku alami selama ini.

"Hey, Kamu mendengarku?" aku tersentak kaget. Aku yang baru mengantongi sertifikat level 45 ditampung di clan. Biarpun bukan clan besar, aku rasa aku perlu mencobanya.

"Iya...tentu..mmmhh..ada syarat khusus?" Tanyaku penasaran. Aku harus berhati-hati agar tidak mengalami kejadian dikeluarkan dari clan kedua kali.

"Tidak ada, hanya perlu orang untuk naik level clan." jawabnya singkat.

Astaga benar kan...tidak ada yang mau benar-benar menerima Tyrant sepertiku. Aku hanya dibuat pelengkap agar clan naik level, setelah itu pasti aku akan dikeluarkan lagi. Kenapa Pa'agrio selalu memberikanku ujian yang seperti ini. Walaupun setengah hati, aku terpaksa menerima ajakan Revallina, daripada aku tidak jelas akan kemana. Minimal ada petunjuk jalan agar aku tidak tersesat.

"Mulai sekarang kamu adalah anggota clanku, jangan sungkan untuk meminta bantuan clan ya, jika butuh apa-apa, coba hubungi Recheese dulu." Kata Revallina sambil memandu jalan untuk kembali ke Scutgart. Dia memperkenalkan Dwarf tua yang ada di sampingnya.

Schutgart adalah kota yang dingin, mungkin itu yang membuat kota ini tidak begitu ramai. Tapi disinilah aku menemui teman-teman baru yang solid. Hunting bersama dalam party, bercanda sesuka hati dan juga menemui teman-teman yang baik, salah satunya ya Sapiimud.

"Lo lagi ngapain Rik? hunt yok..gatal pake karmian..pengen pake avadon lagi." Kata Sapiimud sambil memelas.

"Levelmu kekecilan sapi, kamu tidak akan bisa menerima pengalaman yang jauh dari levelmu, kamu bisa mati nanti." Kataku menjelaskan. Sebenarnya Sapi sudah mengantongi sertifikat level 52 sama sepertiku, tetapi sertifikatnya dicuri oleh lawan clannya sehingga dia sekarang hanya mengantongi sertifikat level 31. Semenjak itu Sapi leave clan dan masuk ke clan yang sama denganku.

"Ya lo turunin level lah, biar bisa hunt di Oren kita, jangan bilang lo udah kaya, mukamu masih keliatan miskin."Kata Sapi menggodaku. Elven elder ini memang merepotkan.

"kalo aku turunin level, aku pake senjata claw lamaku dong...ah masa downgrade..." kataku seraya menolak.

"Aku pakai vitality energy kok, ni kamu aku bagi biar cepet juga naiknya." Kata Sapi sambil menyodorkan Album L2 Apotek yang berisikan berbagai macam barang.

"Nah kalo itu aku mau." Ujarku menyanggupinya. Berikutnya aku sengaja menggelontorkan levelku hingga level 45 agar dia juga bisa mendapatkan sertifikat yang sama denganku.

Menggunakan vitality sungguh ajaib. Aku dan Sapi naik level melesat jauh dari sebelumnya. Hingga tanpa sadar aku sudah mengantongi level 63. Segalanya berubah seketika. Adventure Guide sudah tidak mau memberikanku buff penguat agar aku bisa hunt dengan lancar sedangkan buff dari Sapi hanya beberapa dan tidak ada yang menambah kecepatanku bergerak. Situasi ini sangat sulit mengingat sekali mati aku akan kehilangan sertifikat-sertifikatku.

Kejadian sulit tidak hanya sampai disitu. Karena clan tidak memiliki clan hall, banyak teman-teman di clan yang leave untuk masuk ke clan yang mempunyai clan hall. Revallina-pun memberikan clan kepada temannya dan dia masuk ke clan besar, Britaniah.

Aku dengar, jika clan memiliki clan hall, maka pelayan clan hall akan memberikan buff selama 20menit. Aku jadi teringat dengan clan hall ETERNITY. Ah masa lalu yang memilukan. Clanku yang sekarang sudah tidak mungkin lagi didiami. Akhirnya aku memutuskan untuk no clan.

Aku kembali pindah ke kota Rune. Kota yang megah dengan kastil di atas laut yang indah. Kota ini begitu ramai akan clan-clan besar. Mungkin masa depanku akan lebih baik jika disini. Bergegas aku berbicara dengan gatekeeper untuk menanyakan tempat hunt yang cocok denganku dan kemudian dia memindahkanku ke Forest Of Dead.

Seperti dengan namanya, Forest of dead sangat mengerikan. Aku yang mengandalkan buff potion kewalahan untuk menghadapi monster disitu, terutama jika malam hari. Lagi-lagi harus bertemu dengan monster yang aku benci, tarantula. Tarantula raksasa yang lapar akan memangsa siapa saja yang menganggu teritory-nya. Sialnya, kali ini aku kesana kelewat malam.

Berbekal kepercayaan Pa'agrio selalu menyertaiku, aku tetap melawan walau sangat berat.  Tarantula-tarantula raksasa langsung menyergapku. Aku serang tarantula itu dengan Artho Nailku. Meski bukan barang top grade, senjata ini termasuk kebanggaan karena bukan senjata jenis imitasi ataupun common item, ada Spescial Ability - RSK Haste menyertainya. Karena terlalu banyak tarantula dan persediaan potionku terbatas aku berlari ke tempat aman. Kulihat siku kiriku terluka dan mengalami pendarahan yang hebat. Aku berhenti sejenak dan duduk di bawah pohon untuk meringankan lukaku.
"Lagi-lagi tarantula, ah sial." kataku dalam hati.

"Ini..ambilah." Seseorang menyodorkanku selembar perban. Tidak lama kemudian tubuhku terasa dingin dan merasa sangat ringan. Aku menggerakkan seluruh tubuhku dengan leluasa. Belum pernah aku merasa sehebat ini. Luka-lukakupun sembuh, ajaib sekali. Aku lirik lelaki aneh yang tadi memberikanku perban luka, sepertinya Lelaki itu sedang membaca mantra. Aku acuhkan saja dia dan hendak kembali berburu monster. Sebelum aku terlalu jauh, Dia menepuk pundakku dan berkata :

"Aku GuzCakep."



Part 2. Badai Salju                                                            Part 4. Silat Lidah


4 comments: